Kamis, 30 Oktober 2014

jalan ke malang yang menantang adalah paralayang

paralayang merupakan salah satu cabang olahraga terbang bebas dengan bantuan semacam parasut. yang lepas landas di daerah pegunungan dan mendarat di dataran rendah.
Wisata Paralayang Batu Malang ini dapat dinikmati semua orang mulai umur 14 hingga 60 tahun. Jika pada anak usia kurang dari 18 tahun terdapat pengecualian yakni harus dengan persetujuan dari orang tua. Selain dapat bermain paralayang, anda juga dapat menikmati pemandangan alam yang sangat luar biasa dari atas Gunung Banyak. Anda bisa melihat sekeliling kota Batu yang memang penuh dengan berbagai macam keindahan.
prepare before fly
tempat lepas landas

bagi amatir didampingi oleh pilot pasti aman hehee

ready to fly

and now fulan fly

moment pendaratan setelah terbang selama lebih dari 15 menit

ending yang seru


 bagi yang suka tantangan dan ingin menikmati atau mencoba langsung serunya olahraga yang satu ini juga bisa langsung sewa ditempat, bagi yang masih amatir akan didampingi oleh intruktur yang profesioanal secara tandem, jadi lebih aman dan anda bisa merasakan serunya serta terpacu andrenalin saat kita berada di atas langit Kota Wisata Batu waktu itu fulan merasakan terbang selama lebih dari 15 menit

HARGA PARALAYANG


Untuk paralayang harga = Rp 350.000,-/ orang
Namun, tanpa dokumentasi video ataupun foto.

Beberapa fasilitas paralayang :
1. Sertifikat
2. Asuransi
3. Transportasi (dari landing pendaratan ke atas / start lagi)
Untuk penjemputan ada biaya tambahan sesuai jarak.

Dan diperbolehkan membawa kamera sendiri. Untuk sewa kamera tambahannya Rp 125.000,-

NEGERI DI ATAS AWAN GUNUNG LATIMOJONG PUNCAK TERTINGGI SULAWESI

Gunung Latimojong adalah satu nama gunung di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Gunung Latimojong berada di tengah-tengah Sulawesi Selatan. Sebagian besar pengunungan ini terletak di daerah Kabupaten Enrekang.
Gunung Latimojong merupakan gunung yang tertinggi di Sulawesi Selatan dengan ketinggian 3.478 m.d.p.l, puncaknya yang bernama Rante Mario. Pegunungan Latimojong ini membentang dari selatan ke utara. Di sebelah barat Gunung Latimojong adalah Kabupaten Enrekang, sebelah utara Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan adalah daerah Kabupaten Sidenreng Rappang dan area sebelah timur seluruhnya wilayah Kabupaten Luwu sampai di pinggir pantai Teluk Bone. yang menjadikannya sebagai Salah satu wilayah Indonesia bagian timur yang mempunyai pegunungan terpanjang di Sulawesi, dan mendapat predikat atap sulawesi.
desa angin angin sebelum menuju perkampungan terakhir desa karangan

pos delapan paling asik camp di sini

jalur menuju puncak

triangulasi rantemario 3478mdpl.

suasana puncak




pos dua terdapat roof lebar yang biasa digunakan sebagai tempat camp di sini juga terdapat aliran sungai


Rabu, 29 Oktober 2014

KAMPUNG SUKU DAYAK PAMPANG

tidak perlu menulusuri hutan rimba jika hanya ingin melihat suku dayak teliga panjang dan ber tatto khas dayak karena di Pampang yang Letaknya tidak terlalu jauh dari kota Samarinda, kita bisa menemukan Suku Dayak Kenyah yang tinggal di daerah ini setelah bermigrasi tahun 1967 dari kampung halaman asli mereka di Apokayan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. 


Pampang adalah suatu daerah di sei siring yang termasuk ke dalam wilayah Samarinda, Kalimantan Timur. Pampang merupakan kawasan wisata adat dayak yang telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya kota Samarinda. Perjalanan ke kampung adat Pampang terbilang mudah , tidak perlu naik turun gunung ditengah belantara hutan seperti yang kita bayangkan sebelumnya, karena fasilitas akses jalan menuju kesana sudah memadai , jalan sudah beraspal mulus. Mungkin memang sudah adanya perhatian khusus dari pemerintah daerah untuk mempersiapkan Perkampungan Dayak Kenyah ini sebagai obyek wisata andalan Kalimantan Timur.

Suku Dayak Pampang adalah sub etnis dari Dayak Kenyah, menurut cerita dari penduduk disana pada awalnya Pampang merupakan hutan belantara, tapi setelah 35 warga dari Dayak Kenyah Desa Long Us , Apokayan, Kabupaten Bulungan berpindah tempat tinggal dan menetap di Pampang akhirnya berkembang sampai seperti sekarang ini. Hingga penduduknya berkembang sampai 1000an jiwa.    Alasan lain dari migrasi penduduk itu ialah karena Suku Dayak yang berdomisili di wilayah Kutai Barat dan Malinau, hijrah karena tidak mau bergabung  dan tak ingin ikut ke wilayah Malaysia. Rasa nasionalisme ini yang membuat mereka memilih bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah berpindah – pindah selama bertahun tahun dengan berjalan kaki, akhirnya sampailah ditempat dimana sekarang yang di sebut Pampang.


Pampang merupakan sebuah taman budaya yang menarik dimana Anda bisa memahami kehidupan suku Dayak Kenyah. Pengunjung bisa melihat tarian menarik yang dilakukan oleh anak-anak remaja dan orang dewasa suku ini. Acara ini dilakukan dalam Lamin atau rumah adat suku Dayak. Biasanya 8 tarian dilakukan dalam satu pertunjukan seperti tari nyelamai Sakai (tarian menyambut tamu), ajay (tarian perang), enggang terbang dan berburu (tarian berburu).
ajay (tarian perang)
sebelum pertunjukan di mulai orang tua ini perform sendiri,, hehee
Sakai (tarian menyambut tamu)





di akhir pertunjukan pengunjung mulai di ajak ke depan ikut menari bersama dan sedikit atraksi





Perlu diketahui bahwa pertunjukan seni di Pampang hanya diadakan pada hari Minggu dari 14:00 sampai 15:00. Ketika Anda mengunjungi desa ini pada hari-hari lain (di luar jadwal acara)  maka Anda tidak akan menemukan sesuatu yang istimewa karena masyarakat Dayak Kenyah sibuk melakukan kegiatan sehari-hari mereka.
Jika Anda ingin membeli suvenir, lebih baik datang satu jam sebelum pertunjukan. Masyarakat Dayak Kenyah biasanya membuka toko mereka mulai pukul 10:00 atau 11.00, setelah pertunjukan  biasanya mereka akan menutup kios. Setelah pertunjukan Anda dapat berfoto dengan anak-anak atau remaja lokal dalam pakaian tradisional mereka.

Selasa, 28 Oktober 2014

KELUCUAN PUTRI KECIL KERATON KANOMAN (KETURUNAN NABI MUHAMMAD)


Orang  awam mungkin berpikiran bahwa  kehidupan  bangsawan yang  hidup  di  balik  tembok  keraton  pastilah   bergelimangan kemewahan dan kesenangan. Di dalam kehidupan umum, para  keluarga bangsawan  dianggap  memiliki hak-hak istimewa  (previlise)  yang tidak dimiliki oleh masyarakat umum lainnya.
Anggapan  itu tidak sepenuhnya benar. Setidaknya  yang  tercermin dari kehidupan sehari-hari di lingkup Keraton Kanoman Cirebon.Konflik  Keraton  Kanoman,  paling tidak  telah  membukakan  mata masyarakat  umum  akan kehidupan keluarga 'darah biru'  cucu  dan cicit  Sunan Gunung Djati.

fulan bersama putri kecil di pelataran keraton kanoman






seperti anak kecil yang lainnya

kehidupan  mereka  tidak  jauh  berbeda   dengan masyarakat umumnya.

yang satu ini berjiwa petualang

yang satu ini berjiwa petualang

fulan bersama putri keraton kanoman

ups my GPS :)

sedang di suap.. mereka makan apa yang kita makan

keceriaan yang sederhana di balik tembok keraton yang gagah

ups my GPS :)







WONDERFUL SUNYARAGI

Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan luas sekitar 15 hektar. Objek cagar budaya Gua Sunyaragi ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon. Konstruksi dan komposisi bangunan situs Gua Sunyaragi ini merupakan sebuah taman air.
Karena itu Gua Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati. Selain itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan
taman seperti Gajah,

patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda
. Kompleks Gua Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar kompleks Gua Sunyaragi bermotif batu karang dan awan.

Pintu gerbang luar Gua Sunyaragi berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.
struktur bangunan terbuat dari karang laut yang di rekatkan dengan putih telur dan serbuk batu bata... di bangun oleh Pangeran Arya Carbon tahun 1720. dengan sistem sanitasi yang luar biasa dulunya kompleks bangunan ini di penuhi aliran air membuat gua sunyaragi spt terapung,







didalamnya juga terdapat labirin labirin yang saling terhubung. jadi ingat film tomb rider


Kata “Sunyaragi” berasal dari kata Sansekerta “sunya” yang berarti sepi dan “ragi” yang artinya raga, karena tujuan dibuatnya Gua Sunyaragi adalah sebagai tempat tetirah dan meditasi Sultan Cirebon dan kerabatnya.

Kamis, 23 Oktober 2014

Sejarah Gunung Ciremai

Legenda gunung cermai Secara singkatnya,konon Walisongo melakukan perjalanan mendaki gunung Ciremai dan di pandu oleh kakeknya Sunan Gunung Jati. Pendakian di mulai dari desa Linggarjati, dan Pos Cibunar adalah tempat pertama rombongan Walisongo berkemah.

Medan pendakian lewat jalur ini memang terkenal paling sulit di banding dengan jalur-jaluir lain seperti Palutungan maupun Majalengka. Sampai-sampai kakeknya Sunan Gunung Jati kelelahan (mungkin karena pengaruh usia) pas di pertengahan gunung.

Kakeknya Sunan gunung Jati akhirnya memutuskan untuk tidak meneruskan pendakiannya,dan memilih beristirahat,dan mempersilahkan rombongan Walisongo untuk meneruskan pendakian dengan di temani oleh empat orang pengawalnya sang kakek.

Kakeknya Sunan Gunung Jati memilih istirahat sembari duduk bersila di atas batu besar. Batu inilah yang sekarang di kenal dengan sebutan Batu Lingga. Karena saking lamanya duduk untuk berkhalwat, sampai-sampai batu tempat duduk ini meninggalkan bekas dan berbentuk daun waru atau jantung.
Kakeknya Sunan Gunung Jati sampai lama di tengah gunung Ciremai karena sampai Walisongo sudah turun,Sang Kakek tidak mau ikut turun di karenakan malu. Karenanya ada yang menyebutnya sebagai Satria Kawirangan.

Di atasnya sedikit dari Pos Batu Lingga ada pos Sangga Buana. Kalau di perhatikan di pos Sangga Buana ini,pohon-pohonnya ada yang unik. Yakni pucuknya meliuk ke arah bawah semua.
Konon, para pengawalnya Sang Kakek yang mestinya menemani Walisango ternyata juga tidak kuat meneruskan pendakian. Akhirnya mereka sepakat untuk mengikuti jejak Sang Kakek. Dan sebagai penghormatan kepada Sang Kakek,mereka membungkukkan badannya kebawah ke arah sang Kakek beristirahat.

Para pengawal ini atas kuasa Allah berubah menjadi pepohonan yang pucuk-pucuknya meliuk kebawah.
Sampailah rombongan Walisongo di bawah puncak 1 ciremai bertepatan dengan waktu sholat ashar tiba. Walisongo pun menunaikan sholat jamaah asar di bawah puncak satu. Usai sholat asar rombongan Walisongo memutuskan untuk istirahat dan makan bersama. Namun ketika akan mulai memasak,ternyata semua persediaan laukpauk dan bumbu-bumbunya sudah habis. Cuma ada garam dapur saja yang tersisa.
Seadanya yang penting ada yang di makan,walaupun cuma nasi putih campur garam tetap enak dan bisa untuk menambah tenaga baru. Karena hal inilah puncak II Ciremai di namakan sebagai Puncak Pengasinan. Karenan cuma makan nasi sama garam yang asin rasanya.

Perjalanan Walisongopun di lanjutkan sampai ke puncak 1. Dan untuk menghormati Kakeknya Sunan Gunung Jati,Walisaongo berdoa minta petunjuk kepada Allah bagaimana cara penghormatan untuk orang sudah bersusah payah ikut memandu pendakian ini.

DenganIzin dan Kuasa Allah SWT, puncak tempat Walisongo berdiri amblas kedalam sampai kedalamannya sejajar dengan tempat Kakeknya Sunan Gunung Jati beristirahat di Batu Lingga.
Karenanya kawah Ciremai memang exotis namun menyeramkan jika di banding dengan dengan kawah-kawah gunung lainnya. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui semua kebenaran cerita ini.

Kisah ini pernah diceritakan oleh Mbah Saman,pemilik warung makan dan penginapan di jalur pendakian Linggar Jati. Tepatnya kurang lebih 100 meter setelah Pos pendaftaran.

Satu pesan dari Mbah Saman yang selalu kami  ingat-ingat. Kalau mau mendaki gunung dengan selamat, jangan melakukan pendakian dari belakang gunung. Lakukanlah pendakian dari depan sebagai mana sopan santun kita terhadap orang tua. Bagian depan gunung ialah apabila dilihat gunung itu berbentuk kerucut atau segi tiga...

Sosok Gunung Ciremai, atau sering juga disebut Cerme, memang bagaikan sesosok raksasa yang berdiri menjulang di tengah-tengah dataran rendah kawasan pantai utara Jawa Barat bagian timur. Tingginya yang mencapai 3.078 meter di atas permukaan laut (m dpl) atau 2.578 meter di atas Kota Kuningan membuatnya menjadi gunung tertinggi di seantero Jawa Barat dan Banten. Gunung Ciremai dikategorikan sebagai gunung api kuarter Tipe A berbentuk strato yang masih berstatus aktif. Status aktif Tipe A yang dimilikinya, membuat Ciremai adalah satu dari 80 gunung api sejenis yang tersebar di seluruh Indonesia dan satu di antara gunung api teraktif di Pulau Jawa. Ciremai juga termasuk dalam ratusan gunung api yang membentuk cincin api (ring of fire), yaitu rangkaian gunung api aktif yang berbentuk seperti rantai cincin mengelilingi Samudra Pasifik.
Namun, jika dibanding gunung-gunung api aktif lainnya di Jawa dan Indonesia, Ciremai termasuk memiliki tabiat yang paling “kalem” dan “ramah”, karena sejak letusan pertama yang tercatat dalam sejarah pada tahun 1698 lalu, gunung tersebut tidak pernah mengeluarkan kekuatan yang terlalu berlebihan sehingga menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa manusia.

Menurut Data Dasar Gunung Api di Indonesia yang dimiliki Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), selama kurun waktu 400 tahun terakhir, Gunung Ciremai hanya meletus sebanyak tujuh kali, tanpa data pasti jumlah korban jiwa yang ditimbulkan. Bandingkan dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah yang telah meletus 28 kali hanya dalam kurun waktu 130 tahun dan menewaskan ribuan jiwa. Letusan pertama Gunung Ciremai tercatat terjadi pada 3 Februari 1698. Pada waktu itu, digambarkan sebuah gunung besar di Cirebon telah roboh dan menyebabkan permukaan air di sungai-sungai mendadak naik sehingga menyebabkan korban jiwa, tanpa data jumlah korban yang jelas.

Letusan itu disusul letusan kecil pada 11-12 Agustus 1772, 1775, dan April 1805. Ketiganya tanpa menimbulkan jatuhnya korban jiwa atau kerusakan yang berarti. Tahun 1917 terjadi semburan uap belerang di dinding selatan gunung yang dikategorikan dalam letusan, kemudian pada September 1924 terjadi tembusan fumarola kuat di bagian barat kawah dan dinding pemisah kawah. Letusan besar terakhir tercatat pada periode 24 Juni 1937– 7 Januari 1938, berupa letusan preatik dari kawah pusat dan celah-celah radial di dalam perut gunung. Meski tidak jatuh korban jiwa maupun kerusakan berat, tetapi abu vulkanik yang dimuntahkan gunung tersebut tercatat jatuh tersebar di kawasan seluas 52.500 kilometer persegi.
Padahal, bagaimanapun juga, harus tetap disadari bahwa Gunung Ciremai adalah gunung berapi aktif. Bahkan, DVMBG hingga saat ini masih menetapkan sedikitnya tiga daerah kawasan rawan bencana (KRB) dengan tingkat-tingkat risiko masing-masing. KRB I atau Daerah Bahaya adalah daerah dengan radius 5 kilometer dari pusat kawah gunung yang kemungkinan bakal diterjang lahar panas maupun dingin, awan panas, dan jatuhan piroklastik berat, seperti batu-batuan dan bongkahan mineral dari perut gunung pada waktu meletus. Daerah ini meliputi luas wilayah sekitar 145,3 km persegi.

KRB II atau Daerah Waspada adalah daerah dengan radius 8 km dari kawah gunung dan merupakan daerah berisiko terkena lontaran material piroklastik dari dalam kawah dan rawan diterjang lahar hujan atau lahar dingin. Daerah Waspada ini meliputi luas wilayah sebesar 187,8 km persegi.
Kawasan Gunung Ciremai merupakan kawasan Hutan Lindung/Tutupan yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda dan disahkan pada tanggal 28 Mei 1941 dengan fungsi utama pengaturan tata air, pencegah erosi, sedimentasi, longsor, banjir dan bencana alam akibat letusan gunung merapi, menjaga kesuburan tanah areal di bawahnya dan kelestarian flora dan fauna di dalam ekosistemnya.

Seiring dengan perkembangan periode pengelolaan hutan di Indonesia, pada tanggal 10 Maret 1978, Kawasan Hutan Gunung Ciremai telah ditunjuk menjadi hutan produksi wilayah kerja unit produksi (Unit III) Perum Perhutani dengan SK Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/Um/3/1978. Dengan perubahan status kawasan menjadi hutan produksi menyebabkan terganggunya fungsi utama kawasan Gunung Ciremai karena terdapat pengelolaan tanah secara intensif dan penebangan hutan alam yang diganti dengan pohon pinus sehingga mengurangi habitat tumbuhan dan satwa liar. Pada tanggal 4 Juli 2003 Kawasan Hutan Gunung Ciremai yang dikelola Perum Perhutani berubah status menjadi Hutan Lindung Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No. 195/Kpts-II/2003.

Usulan Bupati Kabupaten Kuningan dan Majalengka yang disetujui DPRD mendapat respon yang positif sehingga berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004Tanggal 19 Oktober 2004, Perubahan Fungsi Hutan Lindung Pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas + 15.500 ha Terletak di Kabupaten Kuningan Dan Majalengka, rovinsi Jawa Barat Menjadi Taman Nasional dan kemudian di kelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai sejak akhir tahun 2006.

Kenapa Mendaki Gunung?


“Tidak akan hilang pemimpin suatu bangsa jika pemudanya masih ada yang suka masuk hutan, berpetualang di alam bebas dan mendaki gunung.” Hendry Dunnant, (Bapak Palang Merah Dunia)

Bagi orang awam, kiprah petualangan seperti mendaki gunung selalu mengundang pertanyaan klise: mau apa sih kesana? Pertanyaan sederhana, tetapi sering membuat bingung yang ditanya, atau bahkan mengundang rasa kesal. George F Mallory, ketika menjawab: because it is there, karena gunung ada di situ! Mallory, bersama seorang temannya, menghilang di puncak Everest pada tahun 1924.
Beragam jawaban boleh muncul. Soe Hok Gie,salah seorang pendiri Mapala UI, menulisnya dalam puisi: “Aku cinta Pangrango, karena aku mencintai keberanian hidup”. Bagi pemuda ini, keberanian hidup ini harus dibayar dengan nyawanya sendiri. Soe Hok Gie tewas tercekik gas racun di lereng kerucut Mahameru. Gunung Semeru, 16 Desember 1969, di pelukan seorang sahatnya, Herman O. Lantang.
Pemuda aktif yang sehari hari terlibat dalam soal soal pelik di dunia politik ini mungkin menganggap petualangan di gunung sebagai arena untuk melatih keberanian menghadapi hidup. Mungkin pula sebagai pelarian dari dunia yang digelutinya di kota. Herman O. Lantang yakin bahwa sahabatnya itu meninggal dengan senyum dibibir. “Dia meninggal di tengah sahat-sahabatnya di alam bebas, jauh dari intrik politik yang kotor,”ujarnya.
Motivasi mendaki gunung memang bermacam-macam. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis seperti halnya kebutuhan kebutuhan lainnya: kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan berprestasi dan kebutuhan untuk diakui oleh masyarakat dan bangsanya. Mendaki gunung salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, disadari atau tidak . Semua itu sah, tentu saja.
Sebenarnya yang paling mendasar dari semua motivasi itu Adalah rasa ingin tahu yang menjadi jiwa setiap manusia. Anak kecil selalu mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering membingungkan orang tuanya. Mereka lebih peka terhadap alam disekitarnya. Mereka jauh lebih mampu mengagumi alam disekitarnya dari pada orang dewasa. Kontak dengan alam merupakan proses belajar yang baik baginya. Ketika mereka dewasa, kepolosan itu menghilang dan alam sudah tidak menarik lagi di dunia modern ini. Kepolosan itulah yang kembali pada setiap pencinta alam, petualang dan ilmiawan.
Rasa ingin tahu adalah dasar dari kegiatan mendaki gunung dan petualangan lainnya. Keingintahuannya setara dengan rasa ingin tahu seorang bocah, dan inilah yang mendorong keberanian dan ketabahanya untuk menghadapi tantangan alam. Tetapi apakah sebenarnya keberanian dan ketabahan itu bagi pendaki gunung?
Peter Boardman, Pendaki gunung Inggris, menjadi jenuh dengan puji-pujian yang bertubi-tubi menyusul keberhasilannya mencapai puncak Everest melalui dinding barat daya yang sulit di tahun 1975. Boardman yang kemudian hilang di punggungan timur laut Everest (1982) menulis arti keberanian dan ketabahan baginya: “Dibutuhkan lebih banyak keberanian untuk menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya lebih kejam daripada bahaya pendakian yang nyata. Ketabahan. Tetapi dibutuhkan lebih banyak ketabahan untuk bekerja di kota daripada mendaki gunung yang tinggi.”
Keberanian dan ketabahan yang dibutuhkan ketika mendaki gunung cuma sebagian kecil saja darihidup kita. Bahaya yang mengancam jauh lebih banyak ada di dunia peradaban diperkotaan ketimbang di gunung, dihutan, didalam gua, atau dimana saja alam terbuka. Bayangkanlah mobil-mobil yang berseliweran kencang dijalan raya siap mencabut nyawa kita. Bayangkanlah aksi-aksi kriminal yang mengancam di kota-kota. Seorang ibu terkapar tewas bersama anaknya yang masih kecil di ruas jalan antara Cianjur-Bandung, terhantam sebuah bus! Satu keluarga di sebuah sudut ibukota tewas dibantai oleh sekelompok perampok! Kapan dating giliran kita? Semua jauh lebih mengerikan daripada bayangan kecelakaan yang terjadi di gunung.
Di dunia peradaban modern, di kota, begitu banyak masalah yang membutuhkan keberanian dan ketabahan untuk menyelesaikannya. Bayangkan, uang kita sudah begitu menipis sementara listik, langganan Koran, gaji pembantu, dan lain-lain belum terbayar. Dibutuhkan pula keberanian dan ketabahan yang besar untuk menghadap boss di kantor dan menyampaikan keinginan untuk berhenti bekerja, lalu mencari bidang pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Di gunung, masalah yang kita hadapi cuma satu: bagaimana mencapai puncaknya, lalu turun kembali dengan selamat.
Seorang psikolog pernah mengatakan, bahwa mereka yang menggemari petualangan di alam bebas adalah orang orang yang mencintai kematian, amor fati. Ini pendapat keliru besar. Kenapa? Mereka sebenarnya begitu menghargai kehidupan ini. Ada keinginan mereka untuk memberi arti yang lebih bernilai dalam hidup ini. Mereka bertualang dialam bebas untuk mencari arti hidup yang sebenarnya. Tak berlebihan bila seorang filsafat mengatakan “ Didalam hutan dan alam bebas aku merasa menjadi manusia kembali”.
Petualang yang tewas di gunung bukanlah orang yang mencintai kematian. Kematiannya itu sebenarnya tak berbeda dengan kematian oranglain yang tertabrak mobil dijalan raya atau terbunuh perampok. Yang pasti, Dia tewas justru dalam usahanya untuk menghargai kehidupan ini. ”Hidup ini harus lebih dari sekedarnya” tulis Budi Laksmono, dari Mapala UI yang tewas digulung jeram Sungi Alas, Aceh, 25 februari 1985.
George F Mallory, Soe Hok Gie, Peter Boardman, Budi Laksmono, dan banyak petualang lainnya adalah mereka yang menghargai kehidupan!
Dikutip dari buku, Mengapa Mendaki Gunung Sebuah tantangan Petualangan. Norman Edwin.